Thursday, February 12, 2015

MASJID AL JIHAD UNPAD



MASJID AL JIHAD UNPAD, PERJUANGAN 1960-1970.

    Sekelompok mahasiswa pada tahun 1960   berusaha agar kampus bantuan Pemerintah Uni Sovyet itu mempunyai tempat sholat untuk pegawai dan mahasiswa. Di bawah tekanan ekonomi yang berat dengan inflasi 500% antara 1960-1965 dan negara dalam bahaya makar oleh G-30-S Partai Komunis Indonesia (PKI), mereka tetap bersemangat walaupun bantuan yang diterima dari manapun sangatlah sedikit. 
Mereka bekerja dalam wadah Departemen Pembinaan Mental Dewan Mahasiswa Universitas Padjadjaran yangtidak merupakan bagian dari organisasi  Rektorat.
    Bertahun-tahun kemudian tiga di antara mereka menjadi Mahaguru, satu menjadi Wakil  Walikota Bandung, dua mencapai gelar Doktor dan sisanya bekerja pada bidangnya masing-masing. 

Lahirnya Musholla Unpad. 
    Pada tahun 1960 Kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) Jl. Dipati Ukur 37 baru selesai dibangun dan digunakan oleh  Fakultas Hukum, Ekonomi, Sospol, Kedokteran, Kedokteran Gigi, Ilmu Pengetahuan Alam dan Pertanian. Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Pertanian mempunyai tempat lain untuk berpraktikum, tetapi sebagian perkuliahan dijalankan di kampus ini.
    Bila waktu sholat tiba, tidak ada tempat untuk sholat karena kampus itu adalah bantuan asing sehingga tempat sholat bagi kampus yang banyak mahasiswanya itu tidak direncanakan.  Mahasiswa dan pegawai yang taat sholat, sholat di mana-mana terpisah-pisah dan sendiri-sendiri di serambi dengan alas koran. Sungguh pemandangan yang kurang elok dan mengharukan. 
Pada tahun 1962 Rektor  Prof. Soeria Soemantri memberikan ruangan seluas kira-kira 3,5 m x 4 m di sebelah utara Aula bagian belakang sebagai Musholla Unpad yang mempunyai satu WC dan 4 kran.  Karena tempatnya sempit, Musholla Unpad tidak dapat digunakan untuk sholat Jum’at.






Gambar 1: Kampus Unpad, Jl. Dipati Ukur 37, Bandung pada 1965.
(grafis S. Angudi)



            Di sebelah utara menempel pada Musholla Unpad ada ruangan kuliah, kalau  tidak salah namanya Ruang O. Pada hari Jumat  kursi-kursi di Ruang O dikeluarkan oleh pegawai musholla, Pak Marto, ruangan disapu dan kemudian tikar gulung anyaman Tasikmalaya digelar di situ. Mimbar tempat khotib tersedia, tetapi adzan dilakukan tanpa pengeras suara. Sesudah  Jum’atan selesai, kursi-kursi dikembalikan lagi ke tempatnya untuk kuliah. Ruangan kembali menjadi ruang kuliah dan tidak dapat digunakan untuk sholat. Tetapi mahasiswa dan karyawan dapat sholat di musholla awal yang sempit di sebelahnya.
Pengurus Musholla Unpad adalah sukarelawan mahasiswa yang bertempat tinggal  atau indekost dekat dengan Unpad. Secara organisasi mereka di bawah Departemen Pembinaan Mental Dewan Mahasiswa Universitas Padjadjaran (DeBinTal DMUP), karena itu  kegiatan dalam mengurus  musholla   sangat mandiri.
Karena memerlukan tempat untuk sholat wajib harian yang makin banyak pelakunya dan untuk Jum’atan, DeBinTal DMUP mengusulkan kepada Rektor agar ruangan kuliah yaitu Ruang O yang diizinkan untuk sholat Jum’at dapat sepenuhnya dipergunakan untuk kegiatan masjid setiap saat, yaitu sholat harian. Usulan tersebut disetujui Rektor Moh Sanusi Hardjadinata  pada 1964. Dengan demikian Musholla Unpad menjadi luas. Musholla  awal yang sempit menjadi kantor dan perpustakaan kecil, sedangkan tempat sholatnya di Ruang O.
Seingat saya pada tahun 1964 itu pula seorang dermawan memberikan alat pemancar suara dan disimpan di Musholla Unpad, kemudian seorang dermawan perusahaan bangunan mendermakan pipa besi panjang. Tiga pengeras suara merk Toa dibeli dari toko di Jl. Banceuy. Alat-alat tersebut dirakit dan didirikan di atas atap musholla menjadi tiang pengeras suara yang mengumandangkan panggilan Allah SWT  pada waktu sholat. Semenjak itu Musholla Unpad bukan lagi merupakan tempat sholat yang bisu. 
Muazin mahasiswa berganti-ganti pada tahun-tahun itu, diantaranya adalah Matin Burhan dan Hassan, tetapi pada tahun 1964 seorang mahasiswa Fakultas Pertanian Saifuddin Syarief  yang kost di seberang Musholla Unpad menjadi muazzin yang relatif paling lama “menjabat” sebagai muazzin diantara muazzin yang lain.Taksiran saya sampai tiga tahun.
Untuk memberi tanda kepada mahasiswa dan umum bahwa musholla yang sempit telah menjadi masjid jami', maka  di depan musholla dibuat tambahan bentukan dari papan kayu ditempel pada tiang  sehingga  seakan-akan ada pintu terbuka berbentuk lengkungan gaya masjid Timur Tengah. Dengan demikian mahasiswa pegawai dan umum akan tahu bahwa di situ ada masjid. Bentukan kayu itu bertahan sampai  30 tahun.




Gambar 2:  Musholla Unpad pada 1965, mahasiswa mendirikan tiang pengeras suara di atas musholla agar musholla dapat memberitahu saat sholat melalui adzan. 

Musholla Menjadi Masjid Jami’   Tetapi Namanya Tetap Musholla Unpad.   
        Sangat lama pula Musholla Unpad menyandang nama tersebut dan tidak bernama lain walaupun dengan penambahan ruangan baru. Musholla Unpad sebetulnya sudah dapat dikategorikan sebagai Masjid Jami’, yaitu yang dapat menyelenggarakan sholat Jum’at, bukan  musholla lagi tetapi namanya tetap masih bertahan. Mungkin karena namanya "Musholla", keberadaannya tidaklah dianggap sebagai masjid, hanya musholla sehingga “kurang berwibawa”. Bisa jadi hal ini disebabkan karena kegiatannya di luar struktur organiasi Rektorat Unpad. Tidak ada yang berhak memberi nama lain.
Beberapa tahun kemudian, mungkin pada tahun 1962, Fakultas Kedokteran Unpad telah berhasil mendirikan masjid sendiri yang dinamakan Masjid Asy-Syifaa’ di Kampus Pasirkaliki. Yang saya dengar itulah masjid pertama dilingkungan Universtas Umum yaitu di luar IAIN di Bandung. Masjid Salman ITB waktu itu belum ada. 
Prof. Soeleiman dari Departemen Elektro ITB pada suatu kuliah umum di Aula ITB menyatakan bahwa ITB harus segera mempunyai Masjid Institut sendiri karena telah didahului oleh   Unpad. Padahal itu bukan masjid Universitas. Itu masjid Fakultas. 
Beberapa tahun kemudian Masjid Salman ITB berdiri dengan megah berkat  perhatian dan bantuan dari Ir. Soekarno sebagai Presiden RI.
Pada saat yang seperti itu para pengurus Musholla Unpad seperti ditinggalkan oleh Pimpinan Universitas karena seolah-olah kurang diperhatikan. Memang mereka itu kan hanya Dewan Mahasiswa Universitas Padjadjaran. DMUP yang  tidak ada hubungan organisasi langsung dengan Pimpinan Universitas.



Gambar 3: Bentuk Musholla Unpad yang berasal dari Ruang Kelas O. Dari 1964 sampai 1994 bentuknya seperti ini. Walaupun namanya musholla, fungsinya sudah seperti masjid jami'.



Kegiatan Musholla Unpad. 
    Kegiatan utama Musholla Unpad adalah menyelenggarakan sholat wajib harian, menyelenggarakan Shalat Tarawih, Shalat Idul Fitri, Shalat Idul Adha, penyembelihan qurban, ceramah pada hari-hari Peringatan Agama Islam, dan sunatan massal. Pakaian mahasiswi yang aktif di Musholla Unpad memakai rok biasa tertutup di bawah lutut. Tidak ada yang memakai hijab. Jilbab belum diinsyafi untuk dikenakan. Surat Qur'an tentang jilbab belum dihayati oleh sebagian besar muslimat. Tetapi kalau shalat mahasiswi tentu saja memakai mukena.
Kegiatan-kegiatan tambahan lain yang dilakukan oleh Musholla Unpad adalah penerbitan buletin stensilan “Djihad” pada setiap Jum’at, kegiatan kepramukaan setiap hari Ahad, menyediakan pembagian minyak tanah kepada masyarakat pada waktu ada pembagian minyak tanah. Saya lupa apakah Musholla Unpad juga membantu mendistribusikan beras kepada penduduk. 
Buletin “Djihad” terbit antara tahun 1963 sampai dengan 1970.
 
 
Kegiatan Waktu Masa Perkenalan Mahasiswa Baru (Mapram). 
        Pada waktu penerimaan mahasiswa baru, tiap waktu sholat Musholla Unpad menyiapkan imam  sholat untuk para mahasiswa baru. Tiap sore Pak Marto dan pegawai harian lain yang digaji Pengurus Musholla, menyiapkan kira-kira 500 liter air teh manis yang dimasak di depan musholla dengan empat drum aluminium dengan bahan bakar kayu. Pak Marto dan pembantunya yang merebus air dan para mahasiswi yang mengatur gelas-gelas dan membagikan teh panas manis. Minuman itu untuk para calon mahasiswa baru yang sedang Mapram. Para calon mahasiswa menemukan oase di Musholla Unpad, sambil istirahat, sholat dan minum. Alat dan obat untuk pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK) tersedia.
 
Peristiwa G-30-S/ PKI 1965.  
    Beberapa hari sesudah peristiwa G30S, Pak Marto, malam-malam digiring ketengah lapang halaman depan Unpad  oleh Pemuda Rakyat dan ditanya siapa-siapa yang menjadi pengurus Musholla Unpad.  Musholla Unpad berhadapan langsung dengan Kampung Sekeloa di mana simpatisan Pemuda Rakyat banyak di situ.
 
Situasi Politik Masyarakat. 
        Situasi masyarakat pada tahun-tahun awal berdirinya Musholla Unpad adalah pertentangan antar golongan dalam Nasakom di mana PKI mendominasi pendapat golongan lain di semua tingkat dari kelurahan sampai nasional. Para mahasiswa Islam dikategorikan sebagai “kontra revolusi”, “kaum reaksioner”, “antek nekolim”, “kaum sarungan” dan lain-lain sebutan yang merendahkan. Sedangkan PKI dan golongannya menamakan dirinya “Kaum Kiri yang Progresif Revolusioner”. Dalam Konggres Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) organisasi bawahan PKI di Senayan pada 28 September 1965, peserta konggres dihadapan Bung Karno meneriakkan agar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dibubarkan.
PKI mempunyai konsep ideologi yang berusaha diterapkan di Indonesia dengan jalan revolusi seperti apa yang disebutkan oleh Karl Marx. Kaderisasi dijalankan dengan gencar. Partai-partai lain seperti PNI, Masjumi dan NU seperti kehabisan konsep.
 
Peristiwa 19 Agustus 1966. 
        Jum’at tanggal itu pengurus dan pegawai Musholla Unpad sedang menyiapkan shalat Jum'at. Sekitar enampuluh Tikar Tasik digelar di musholla. 
Pada hari itu preman-preman sewaan PNI Ali-Surachman (PNI  Asu) menyerang ITB, Unpad dan Unpar di Jl. Merdeka di mana akhirnya mahasiswa Julius Usman gugur. Serangan di Unpad dan ITB dapat dipatahkan, tetapi di Unpar selain Julius Usman gugur, juga menyebabkan beberapa mahasiswa lainnya luka-luka terkena sabetan golok. Pada hari itu beberapa mahasiswa Unpad yang luka berdarah tangannya (luka ringan) berlari masuk ke Musholla Unpad untuk berlindung dan diobati. 
Menjaga atas kemungkinan serangan itu berikutnya, pada waktu Jum’atan, beberapa mahasiswi duduk di kursi di bagian luar Musholla Unpad  menghadap ke depan untuk memperingatkan jamaah kalau-kalau  terjadi serangan.                      Sebelum G-30-S, serangan dan penganiayaan terhadap jamaah masjid terjadi beberapa kali di Jawa Timur oleh Pemuda Rakyat.
PNI Asu menyerang karena beberapa hari sebelumnya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) di Bandung mencoret-coret tembok kota Bandung agar Bung Karno turun. 





Gambar 4: Bentuk Masjid Al Jihad Unpad semenjak 1994.








Lahirnya Masjid Al-Jihad Unpad. 
        Ketika bagian depan Kampus Unpad ditambah dan direnovasi, mungkin sekitar 1994 (?), demikian pula Musholla Unpad  diperbaiki yang kemudian menjadi Masjid Al Jihad Unpad.
            Nama Al Jihad mungkin berasal dari nama buletin “Djihad” yang diterbitkannya setiap Jumat tidak pernah putus selama  delapan tahun. Atau bisa jadi juga  dari keadaan di mana mahasiswa Islam dan masyarakat Indonesia pada umumnya merasa dihina dan dalam bahaya.
 
    Ustadz yang sering berkhotbah di Musholla Unpad pada waktu itu antara lain Bapak-bapak: K.H. M. Rusyad Nurdin, Drs. Muslim Nurdin, Dr. K.H. E.Z. Mutaqien, Kol. R.E. Sulaeman, Kapt. Hasballah Aly, Bustami Darwis, Latief Mochtar,  dan Bapak Arhatta yang khotbahnya sering membuat jamaah senyum karena lucu.
      Pernah menjadi khotib dan imam Jum'at Muhammad Aman Hobohm, Konsul Jerman Barat di Bandung.
            Pada kira-kira akan berakhirnya menjadi mahasiswa karena sudah menyelesaikan kuliah, dalam suatu diskusi banyak pengurus merasa berdosa karena sangat sedikit generasi muda baru yang datang ke Musholla Unpad. Mereka menyesal berat karena tidak atau kurang mengadakan kaderisasi. Semua terdiam lama dan bersedih....
        Tiba-tiba Sujari berkata:"Apakah kita dulu dikader?" 
            Sungguh mentakjubkan: ternyata Musholla Unpad yang awalnya berukuran hanya 3,5 m x 4 m yang WC-nya sering bau karena kebersihan sukar dijaga berhubung banyak penduduk kampung tetangga yang juga ikut memanfaatkannya, mampu menarik para pengurus untuk mendatanginya dan terutama Nasa'i yang sering ikut membantu membereskan administrasi surat-surat bahkan bersedia membersihkan  WC bersama Pak Marto. Ternyata Nasa'i dan para penggiat lainnyapun tidak dikader. 
Sungguh mentakjubkan: ternyata mahasiswa  "tukang adzan"  di Musholla Unpad menjadi Profesor Ilmu Tanah dan seorang lagi menjadi Wakil Walikota Bandung.  Beberapa kali menyambangi Kantor Musholla Bagir Manan dan Soegeng Sarjadi (Ketua DMUP) dan berdiskusi dengan pengurus Musholla Unpad.

Beberapa penggiat Musholla Unpad pada waktu itu antara lain adalah:
  Asih Syamsudin, dari Jl. Tengku Angkasa, mahasiswi FMIPA, lulus S1.
Matin Burhan, setelah lulus S1 Sospol Unpad, kemudian menjadi Wakil Walikota Bandung
Asih, dari Jl. Ranggamalela, mahasiswi Sospol.
Anis Baraja dan Hasan Baraja, kemudian dua-duanya menjadi pengusaha.
Aseng Ramlan, kemudian lulus S3 dan menjadi Mahaguru di FMIPA Unpad.
Chaerani Nasution, lulus S1 Sastra Unpad.
Ernan Arno Amsari "Rumah Rayap", kemudian menjadi Doktor dalam Ilmu Sosial dan mengajar di Unpad.
Faisal Affif, kemudian lulus S3/Doktor di Jerman dalam Ilmu Ekonomi.
Golib Siregar, kemudian lulus S1 Sospol Unpad.
Hamidan, kemudian lulus S1 Ekonomi Unpad.
Harun Al Rasyid, kemudian lulus S3/ Doktor Sosial-Ekonomi Pertanian di Unpad.
Murachman, kemudian lulus S1 Ekonomi Unpad.
Musolly Noor, kemudian lulus S1 Sospol Unpad dan menjadi pengusaha.
Nasa’i Sarenganata, lulus S1 Sospol Unpad dan mengajar di Unpad.
Nen Amran, kemudian lulus S3 dan menjadi Mahaguru Ekonomi dan mengajar di Unpad.
Sujari, kemudian lulus S1 Ekonomi Unpad.
Syaifuddin Syarief, kemudian lulus S3 dan menjadi Mahaguru Ilmu Tanah dan mengajar di Faperta Unpad.
Tamyid Syamusa, kemudian lulus S2 dan menjadi pengajar Ilmu Tanah di  Faperta Unpad.
Umar Diana, kemudian lulus S1 Ekonomi Unpad.
Usep, kemudian lulus S1 Sospol dan berusaha sendiri.
Uzair Zakaria, lulus S2 dan  kemudian mengajar di Unpad.

Kemudian Prof. Dr. Bagir  Manan SH, MCL, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Dewan Pers Indonesia, Mahaguru di Unpad (id.wikipedia.org/wiki/Bagir_Manan)
Kemudian Soegeng Sarjadi, Pendiri School of Government, CEO Kodel Group (id.wikipedia.org/wiki/Soegeng_Sarjadi)

Semoga mereka yang telah mendahului kita diterima iman Islamnya dan diterima amal ibadahnya oleh Yang Maha Menjadikan. Amiin.

Sardjono Angudi eks Redaktur Buletin
angudiwatugiri@gmail.com
11/2015 diperbaiki 02/2023